Jumat, 18 Desember 2009

Senin, 14 Desember 2009

ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Nama : Putri Ayuning Surya

NIM : A2A006003

ALAT PELINDUNG DIRI (APD) (fkm)

Adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja.
APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhi
r

A. METODE PENENTUAN APD
- Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material yang dipakai
- Telaah data-data kecelakaan dan penyakit
- Belajar dari pengalaman industri sejenis lainnya
- Bila ada perubahan proses, mesin, dan material
- Peraturan perundangan

B. APA KRITERIA APD

- Hazard telah diidentifikasi.
- APD yang dipakai sesuai dengan hazard yang dituju.
- Adanya bukti bahwa APD dipatuhi penggunaannya.

C. DASAR HUKUM


1. Undang-undang No.1 tahun 1970.
a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD
b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD.
c. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD.
Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-Cuma


2. Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981
Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.


3. Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982
Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja


4. Permenakertrans No.Per.03/Men/1986
Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yg berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan

D. JENIS APD:

  • Kepala : Helmet
  • Mata : Safety glosses, safety gogle
  • Wajah : Face shield, pelindung jari
  • Tangan : safety gloves, pelindung jari
  • Kulit : Cream pelindung, skin cleaner
  • Kaki : Safety shoes
  • Pernapasan : Masker, Breathing apparatus
  • Telinga : Ear plug, Ear

· APD untuk tugas khusus
Alat Pelindung Kepala
Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet): Melindungi kepala dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan terkena arus listrik.
Tutup Kepala: Melindungi kepala dari kebakaran, korosif, uap-uap, panas/dingin
Hats/cap: Melindungi kepala dari kotoran debu atau tangkapan mesin-mesin berputar

· TOPI PENGAMAN
Untuk penggunaan yang bersifat umum dan pengaman dari tegangan listrik yang terbatas.
Tahan terhadap tegangan listrik tinggi.
Tanpa perlindungan terhadap tenaga listrik,biasanya terbuat dari logam
Yang digunakan untuk pemadam kebakaran.

· PENGUJIAN MEKANIK
Dengan menjatuhkan benda seberat 3 kg dari ketinggian 1m, topi tidak boleh pecah atau benda tak boleh menyentuh kepala.
Jarak antara lapisan luar dan lapisan dalam dibagian puncak ; 4-5 cm.
Tidak menyerap air dengan direndam dalam air selama 24 jam. Air yang diserap kurang 5% beratnya
Tahan terhadap api

· PENGUJIAN DAYA TAHAN TERHADAP API
Topi dibakar selama 10 detik dengan pembakar Bunsen atau propan, dengan nyala api bergaris tengah 1 cm. Api harus padam setelah 5 detik.

· Pengujian listrik
Tahan terhadap listrik tegangan tinggi diuji dengan mengalirkan arus bolak-balik 20.000 volt dengan frekuensi 60 Hz, selama 3 menit,kebocoran arus harus lebih kecil dari 9 mA.
Tahan terhadap listrik tegangan rendah, diuji dengan mengalirkan arus bolak-balik 2200 volt dengan frekuensi 60 Hz selama 1 menit kebocoran arus harus kurang dari 9mA

· Manfaat Topi/Tudung
Untuk melindungi kepala:
Dari zat-zat kimia berbahaya
Dari Iklim yang berubah-ubah
Dari bahaya api dll

· APD RESPIRATOR dan KACAMATA
Mudah dikenakan.
Cocok untuk kasus berisiko kecil dan menengah.

· ALAT PELINDUNG MUKA DAN MATA ( FACE SHIELD )
Fungsi: Melindungi muka dan mata dari:
Lemparan benda – benda kecil.
Lemparan benda-benda panas.
Pengaruh cahaya.
Pengaruh radiasi tertentu.

· BAHAN PEMBUAT ALAT PELINDUNG MUKA DAN MATA
Gelas/kaca biasa/Plastik.
Gelas yang ditempa secara panas.Bila pecah tak menimbulkan bagian-bagian yang tajam.
Gelas dengan laminasi aluminium dan lain-lain.
Yang terbaik adalah jenis gelas yg ditempa secara panas karena bila pecah tak menimbulkan bagian-bagian yang tajam .Bila dipasang frame tak mudah lepas.
Dari plastik ada beberapa jenis tergantung dari bahan dasarnya seperti: selulosa asetat, akrilik, poli karbonat dll

· SYARAT OPTIS TERTENTU
Lensa tidak boleh mempunyai efek distorsi/ efek prisma lebih dari 1/16 prisma dioptri; artinya perbedaan refraksi,harus lebih kecil dari 1/16 dioptri.
Alat pelindung mata terhadap radiasi : Prinsipnya kacamata yang hanya tahan terhadap panjang gelombang tertentu;
Standar Amerika, ada 16 jenis kaca dengan sifat-sifat tertentu

· Integrasi APD
Alat pelindung kepala ini dapat dilengkapi dengan alat pelindung diri lainnya seperti:
Kacamata / goggles.
Penutup muka.
Penutup telinga.
Respirator dan lain-lain.

· Alat Pelindung Telinga
Sumbat telinga (ear plug): Dapat mengurangi intensitas suara 10 s/d 15 dB
Tutup telinga ( ear muff ): Dapat mengurangi intensitas suara 20 s/d 30 dB

ALAT PELINDUNG TELINGA (ear protector)
Sumbat Telinga
Sumbat telinga yang baik adalah menahan frekuensi tertentu saja,sedangkan frekuensi untuk bicara biasanya (komunikasi) tak terganggu.
Kelemahan: tidak tepat ukurannya dengan lobang telinga pemakai, kadang-kadang lobang telinga kanan tak sama dengan yang kiri
Bahan sumbat telinga
Karet, plastik keras, plastik yang lunak, lilin, kapas.
Yang disenangi adalah jenis karet dan plastic lunak,karena bisa menyusaikan bentuk dengan lobang telinga.
Daya atenuasi (daya lindung) : 25-30 dB
Ada kebocoran dapat mengurangi atenuasi + 15 dB


KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM KESEHATAN

(fkm)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2005, bahwa setiap tahunnya wanita yang bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000 orang. (Winkjosastro, 2005). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2005 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu 262/100.000 Kelahiran Hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 32/1000 Kelahiran Hidup. Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi selama kehamilan sampai dengan 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa melihat lama dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan karena kecelakaan. (international stastistical classification of deseases, injuries and causes of death, edition ICD-X).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan AKI negara-negara ASEAN lainnya. Menurut SDKI tahun 2002/2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, sementara itu di negara tetangga Malaysia sebesar 36 per 100.000 kelahiran hidup, di Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup, bahkan di Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup.Angka Kematian Ibu di Jawa Tengah pada tahun 2002 sebesar 102.24/100000 kelahiran hidup, lebih rendah daripada AKI hasil SKRT tahun 1995 sebesar 375/100000 kelahiran.Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa Tengah pada tahun 2002 sebesar 9,44/1000 kelahiran hidup. Sedang AKB Nasional hasil Surkesnas tahun 2001 sebesar 50/1000 kelahiran hidup.

Perdarahan merupakan faktor utama penyebab tingginya AKI. Perdarahan dapat terjadi pada kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Anemia merupakan salah satu faktor risiko yang dapat memperburuk keadaan ibu apabila disertai perdarahan saat kehamilan, persalinan dan pasca salin. (Mardliyanti, 2005).
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas. Pengaruh anemia saat kehamilan dapat berupa abortus, persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini (KPD). Pengaruh anemia saat persalinan dapat berupa partus lama, gangguan his dan kekuatan mengedan serta kala uri memanjang sehingga dapat terjadi retensio plasenta. Pengaruh anemia saat masa nifas salah salah satunya subinvolusi uteri, perdarahan post partum, infeksi nifas dan penyembuhan luka perineum lama.
Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan. Gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau karena terlampau banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh, misalnya pada perdarahan. Wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg perhari atau 2 x lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia saat kehamilan. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Pengaturan jarak kehamilan yang baik minimal dua tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya.
Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah (Depkes RI, 2002). Umur ibu mempengaruhi bagaimana mengambil keputusan dalam pemeliharaan kesehatannya.
Status gizi ibu hamil akan sangat berperan dalam kehamilan baik terhadap ibu maupun janin, salah satu unsur gizi yang penting ketika hamil adalah zat besi. Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg.
Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta merupakan tempat yang salah satu fungsinya adalah memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan. Cakupan Tablet Tambah Darah (TTD) untuk ibu hamil di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta pada tahun 2008 sudah hampir memenuhi target yang diharapkan. Walaupun cakupan TTD sudah hampir merata tetapi kejadian anemia di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta masih tinggi dan mengalami peningkatan. Berdasarkan uraian diatas peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang kejadian anemia pada ibu hamil yang dihubungkan dengan karakteristik ibu yang meliputi umur, pendidikan, paritas, jarak kehamilan dan asupan tablet tambah darah. Oleh karena itu peneliti memilih penelitian dengan judul ”Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : ” Ada Hubungan Karakteristik Ibu hamil dengan Kejadian Anemia di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di Rumah Sakit Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi umur ibu hamil, pendidikan, paritas, jarak kehamilan,dan asupan tablet tambah darah di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta

b. Mengetahui hubungan umur ibu dengan kejadian anemia ibu hamil di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

3. Mengetahui hubungan paritas ibu dengan kejadian anemia ibu hamil di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarasari Surakarta.

4. Mengetahui hubungan jarak kehamilan ibu dengan kejadian anemia ibu hamil di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

5. Mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan kejadian anemia ibu hamil di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

6 Mengetahui hubungan asupan Tablet Tambah Darah ( TTD ) dengan kejadian anemia ibu hamil di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

7. Mengetahui hubungan AntenataPl Care (ANC) dengan kejadian anemia ibu hamil di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat, terutama pentingnya pemeriksaan kehamilan untuk menghindari terjadinya anemia dalam kehamilan.

2. Manfaat Praktis Langsung

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan anemia di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta..

3. Bagi Peneliti Sendiri

Merupakan pengalaman berharga dan wadah latihan untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama kuliah.

4. Bagi Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

Sebagai bahan masukan dalam hal perencanaan dan penanggulangan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ibu hamil dan diharapkan para dokter dan bidan memantau ibu hamil dengan memeriksa kadar hemoglobin pada setiap wanita hamil.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan. Penyebab langsung kematian ibu banyak disebabkan oleh perdarahan, infeksi, dan keracunan kehamilan. Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat sepenuhnya dimengerti tanpa memperhatikan latar belakang (underlying factor), yang mana bersifat medik maupun non medik. Di antara faktor non medik dapat disebut keadaan kesejahteraan ekonomi keluarga, pendidikan ibu, lingkungan hidup, perilaku, dan lain-lain.
Anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).

Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar dari 50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 50-79%. Affandi menyebutkan bahwa anemia kehamilan di Indonesia berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan.

Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi. Pada tahun 1999 didapatkan anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%.

Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif berupa gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak dan kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa risiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan risiko tinggi.

B. Defenisi

Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia pada kehamilan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua.

Penurunan sedang kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambah volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua. Istilah anemia fisiologis yang telah lama digunakan untuk menerangkan proses ini kurang tepat dan seyogyanya ditinggalkan. Pada kehamilan tahap selanjutnya, ekspansi plasma pada dasarnya berhenti sementara massa hemoglobin terus meningkat.

Selama masa nifas, tanpa adanya kehilangan darah berlebihan, konsentrasi hemoglobin tidak banyak berbeda dibanding konsentrasi sebelum melahirkan. Setelah melahirkan, kadar hemoglobin biasanya berfluktuasi sedang disekitar kadar pra persalinan selama beberapa hari dan kemudian meningkat ke kadar yang lebih tinggi daripada kadar tidak hamil. Kecepatan dan besarnya peningkatan pada awal masa nifas ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang bertambah selama kehamilan dan jumlah darah yang hilang saat pelahiran serta dimodifikasi oleh penurunan volume plasma selama masa nifas.

Walaupun sedikit lebih sering dijumpai pada wanita hamil dari kalangan kurang mampu, anemia tidak terbatas hanya pada mereka. Frekuensi anemia selama kehamilan sangat bervariasi, terutama bergantung pada apakah selama hamil wanita yang bersangkutan mendapat suplemen besi.

C. Pembagian Anemia

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

Anemia terjadi saat: 1.Tubuh kehilangan banyak darah (siklus haid yang banyak, penyakit tertentu, trauma/luka dengan perdarahan) 2.Tubuh memiliki masalah dalam pembentukan sel darah merah 3.Sel darah merah rusak atau mati lebih cepat dari kemampuan tubuh memproduksi sel darah merah yang baru Lebih dari satu keadaan di atas terjadi bersamaan

Berdasarkan penyelidikan anemia dalam kehamilan terdiri dari :

1. Anemia defisiensi besi

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.

a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero

glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).

b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk mengenakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
Sumber makanan yang mengandung banyak zat besi adalah daging, ikan, ternak, telur, produk susu atau makanan yang diperkaya zat besi.

2. Anemia defisiensi vitamin (anemia megaloblastik)

Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya :
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
kekurangan vitamin B12 atau folat adalah penyebab anemia jenis ini. Anemia defisiensi B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan vitamin B12, sedangkan tubuh memerlukannya untuk membuat sel darah merah dan menjaga sistem saraf bekerja normal. Hal ini biasa didapatkan pada orang yang tubuhnya tidak dapat menyerap vitamin B12 karena gangguan usus atau sistem kekebalan tubuh atau makan makanan yang kurang B12.Vitamin B12 terdapat pada makanan yang berasal dari binatang.Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan rasa kebas di tungkai dan kaki, gangguan berjalan, mudah lupa dan gangguan penglihatan. Terapi sesuai penyebabnya. Folat atau asam folat juga diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, jika terjadi anemia jenis ini timbul saat kita tidak mengkonsumsi folat dalam jumlah cukup atau ada gangguan penyerapan folat dalam usus. Anemia ini juga dapat terjadi pada kehamilan trimester ketiga disaat tubuh ibu memerlukan banyak folat. Folat ditemukan pada makanan seperti sayuran berdaun hijau, buah-buahan, kacang-kacangan dan biji-bijian. Folat juga terdapat pada roti, pasta dan sereal yang difortifikasi.

3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.Hal ini disebabkan oleh beberapa penyakit yang menyebabkan kemampuan tubuh untuk menghasilkan sel darah merah berkurang. Pada orang dengan penyakit ginjal, ginjalnya tidak dapat menghasilkan hormon dalam jumlah cukup untuk memerintahkan tubuh membuat sel darah merah. Zat besi juga hilang saat orang dengan sakit ginjal mengalami cuci darah (dialisis).
4.Anemia karena penyakit darah yang diturunkan Anemia sel sabit (sickle cell anemia)

4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini. 5.Anemia aplastik. Merupakan suatu kelainan darah yang jarang, tubuh berhenti membuat sel darah yang baru. Semua sel darah terganggu semua sel darah merah, sel darah putih dan keping darah/trombosit. Kekurangan sel darah merah berakibat anemia, kekurangan sel darah putih meyebabkan rentan terkena infeksi, kekurangan keping darah menyebabkan darah tidak dapat membeku dengan normal. Hal ini dapat disebabkan oleh :

1. Pengobatan kanker (radiasi atau kemoterapi)

2. Paparan terhadap zat kimia beracun (insektisida, cat)

3. Obat-obatan tertentu (obat untuk pengobatan arthritis rematoid)

4. Penyakit autoimun (seperti lupus)

D. Gejala Klinis

Anemia timbul perlahan-lahan. Pada awalnya gejala yang ada mungkin ringan atau tidak ada sama sekali. Saat gejala bertambah berat dapat timbul gejala seperti :

1. Rasa lelah (sering sekali)

2. Lemas (sering sekali)

3. Pusing

4. Sakit kepala

5. Kebas atau dingin pada telapak tangan atau kaki

6. Kulit pucat

7. Denyut jantung yang cepat atau tidak teratur

8. Napas pendek

9. Nyeri dada

10. Tidak optimal saat bekerja atau di sekolah

11. Rewel

Gejala-gejala ini dapat muncul karena jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah yang berisi oksigen ke seluruh tubuh.

E. Diagnosis

Diagnosis anemia dalam kehamilan untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dapat dilakukan dengan:

1. Anamnesis

Pada anamnesis ditanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu, riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan terhadap bahan kilia atau fisik serta riwayat pemakaian obat. Riwayat penyakit keluarga juaga ditanya untuk mengetahui apakah ada faktor keturunan.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh, antara lain :

a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami.

b. Kuku : koilonychias (kuku sendok)

c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundusd. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidahe. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali

3. Pemeriksaan laboratorium hematologi

a. Tes penyaring1. Kadar hemoglobin2. Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan

MCHC)3. Hapusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin1. Laju endap darah2. Hitung deferensial3. Hitung retikulosit

c. Pemeriksaan sumsum tulang

d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : 1. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin 2. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12 3. Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb 4. Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia 5. Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis

4. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri

5. Pemeriksaan penunjang lainnyaa. Biopsy kelenjar dan PAb. Radiologi : Foto Thoraks,bone survey,USG, CT-Scan

F. Kerangka Konsep

  1. Bagan Kerangka Konsep


  1. Defenisi Operasional
    a. Anemia pada kehamilan

Status sakit yang ditulis pada rekam medik, yang diartikan sebagai kondisi ibu ibu yang hamil dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II.

b. Umur Yang dimaksud dengan umur adalah kelompok umur pasien yang hamil yang mendapat perawatan anemia pada Rumah Sakit Umum Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini.

3. Paritas

Parietas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat – zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya.

4. Jarak Kehamilan

Jarak kelahiran adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung.

5. Pendidikan

Proses penggubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui penerapan ilmu yang diperoleh dalam pengetahuannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehamilannya.Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.

6. Asupan Tablet tambah DarahSuatu keadaan ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah kesehatan ibu hamil dan janinnya (zat besi) atu mengkonsumsi tablet tambah darah (zat besi) dalam masa kehamilannya.

7. ANCUpaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Antenatal Care (ANC) ini merupakan upaya pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga profesional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal dilakukan sebanyak 4 kali, yang diberi kode K1,K2,K3, dan K4. Bila kehamilan termasuk resiko tinggi perhatian dan jadwal kunjungan harus lebih ketat.


BAB III

METODE PENELITIAN

  1. Jenis Penelitian
    Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan penderita anemia pada kehamilan berdasarkan fakta-fakta yang telah terjadi dan tercatat di rekam medik pada pasien rawat inap dan rawat jalan di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

  1. Populasi dan Sampel
    PopulasiSampel Ibu hamil yang dirawat inap dan rawat jalan yang menderita anemia dalam kehamilan di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.Pengambilan sampel dilakukan dengan metode “total sampling”, yaitu semua pasien yang termasuk dalam populasi.

  2. Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data
    Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari pencatatan pada rekam medik pasien di Rumah Bersalin Palupi Banyuagung Banjarsari Surakarta.

  1. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Dari data yang berhasil dikumpulkan kemudian data di olah sesuai dengan tujuan penelitian,kerangka teori,dan kerangka konsep untuk menjawab dan menjelaskan hipotesis penelitian. Tahap pegolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Editing Data

Memeriksa kembali jawaban responden yang telah di berikan pada saat observasi.

b. Koding Data

Memasukkan data dari hasil observasi yang telah di peroleh pada saat penelitian dan data yang telah di berikan oleh bidan.

c. Entry Data

Data yang telah diperoleh pada saat penelitian tersebut di olah dan di klasifikasikan.

d. Tabulasi Data

Bentuk analisis data di susun dalam bentuk narasi berdasarkan tabel.

2. Analisa Data

Sedangkan analisa data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisa deskriptif

Analisa ini untuk menjelaskan dan menggambarkan hasil pengolahan data yang di sajikan dalam bentuk narasi, tabel, untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel yang di teliti pada kasus dan subyek penelitian.


DAFTAR PUSTAKA


1.Anonymous.
Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di PKM Banjaran
. Available from:
http://www.one.indoskripsi.com

2.Amiruddin A, Wahyuddin.
Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap Kejadian Anemia Ibu Hamil di Puskesmas Bantimurung
. Available from: http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/24/studi-kasus-kontrol-anemia-ibu-hamil-
jurnal-medika-unhas
3.Pratomo H dan Wiknjosastro GH, 1995.
Pengalaman Puskesmas dalam Upaya Keselamatan Ibu : Pilot Project di Beberapa Puskesmas
. Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional. Edisi 1 tahun 1995, hal. 1-8.
4.Maulana Mirza,2008

Pnduan Lengkap Kehamilan,Yogyakarta,Katahati

5.DeMaeyer,E.M,1993

Pencegahan dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi,Jakarta,Widya Medika
6.Soeprono R, 1988.
Anemia pada Wanita Hamil
. Berkala Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jilid XX Nomor 4 Desember 1988, hal. 121-135.
7.Suheimi, HK.
Anemia dalam Kehamilan
.Available from : http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09/anemia-dalam

kehamilan.html
8. Jauhari N.
Tentang Penyakit Anemia
. Available from: http://yudhim.dagdigdug.com/2008/08/13/tentang-penyakit-anemiaa
9.Rofiq A.
Anemia pada Ibu Hamil
. Available from: http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/01/24

10.Anto Dr.
Pertanyaan Seputar Anemia
Available from: http://www.womenshealth.gov/faq/anemia.cfm
11.Adriaansz G.
Asuhan Antenatal
Dalam: Prawiharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI, 2008; 278-87.

12. Yatim Faisal,2003

Talasemia,Leukemia,dan Anemia,Jakarta,Pustaka Populer Obor